Tradisi

Tradisi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Syair habsyi diiringi tetabuhan rebaha yang dilantunkan puluhan santri, menggema mengiringi prosesi tradisi Baayun Maulid di halaman mesjid agung Al Mukarromah, Desa Banua Halat, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Cuaca panas siang itu, tidak menyurutkan semangat warga dan para orang tua yang mengikut sertakan anak-anak mereka menjadi peserta baayun. Baayun pada bulan Maulid atau Rabiul Awal ini, merupakan tradisi turun temurun masyarakat pemeluk agama Islam di Kalimantan Selatan.
Tradisi yang menghadirkan ritual pembacaan doa dan syair-syair Islam sembari mengayun anak dalam ayunan ini, sebenarnya bukan tradisi dalam agama Islam. Tradisi baayun diperkirakan sudah ada sejak awal abad ke 17 yang terkait dengan kepercayaan masyarakat adat dayak pegunungan Meratus.
Tahun ini, perayaan hari kelahiran nabi besar Muhammad SAW cukup special. Selain diikuti 2.040 peserta Baayun termasuk para orang tua, Gubernur Kalimantan Selatan, Rudy Ariffin pun ikut menjadi peserta baayun maulid. Asal muasalnya, prosesi baayun ditujukan kepada anak-anak tetapi dalam perkembangannya, kegiatan ritual keagamaan di Kalsel banyak diikuti orang dewasa, sehingga kemudian dinamakan Baayun Maulid.
Penggunaan kain ayunan untuk baayun anak terdiri
tiga lapis (dulu memakai sasirangan) digambarkan agar
yang diayun dapat menguasai ilmu tasawuf, marifat dan
hakikat. Serta penggunaan hiasan janur dari pohon aren
yang dibentuk berupa payung-payung, patang kangkung,
rantai (gelang), kambang sarai bersimbol agar anak
selalu dilindungi dari kejahatan dan bala.
Seperti peserta baayun lainnya yang sebagian besar balita, pak Gubernur dengan usia memasuki senja itu juga harus menjalani prosesi baayun yaitu duduk dalam ayunan besar sambil diayun beberapa orang, termasuk Bupati Tapin, Idis Nurdin Halidi. Meski agak sedikit canggung, karena menjadi sorotan warga setempat, Rudy pun menjalani prosesi baayun hingga selesai.
Pelaksaan baayun maulid di mesjid tua dan dianggap keramat di Kabupaten Tapin ini, setiap tahun diselenggarakan, dengan jumlah peserta terus bertambah. Masjid berukuran 30 x 30 meter itu dibanjiri warga berbagai daerah. Mereka yang datang umumnya masih keluarga atau zuriat dan menjadi kegiatan reuni keluarga.
Tradisi baayun maulid menjadi daya tarik bagi masyarakat Kalsel, bahkan menjadi even wisata daerah. Tradisi ini menjadi sarana membangun dan menyempurnakan akhlak umat muslim, seperti Nabi Muhammad SAW.
Kegiatan dimulai dengan pembacaan syair-syair maulid dipimpin seorang tuan guru, diiringi tetabuhan rebana dari kelompok pengajian. Para orang tua asyik mengelus dan mendoakan anak-anak mereka dalam ayunan sembari mengoleskan
wewangian. Bagi sebagian peserta baayun
disempatkan berdoa agar dimurahkan rejeki dan
terhindari dari berbagai musibah termasuk penyakit.
Sebelumnya, setiap kampung sekitar masjid terlebih dahulu merayakan maulid secara serentak sejak pagi hari. Tidak hanya di Kabupaten Tapin, penyelenggaraan baayun maulid juga banyak dilakukan masyarakat daerah lain di Kalsel. (Denny Susanto)

~ oleh DennySAinan pada Maret 10, 2009.

Tinggalkan komentar