Kesultanan Banjar

Penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar
JK, (2010):

Lantunan musik gamelan mengiringi langkah pangeran dan permaisuri menaiki anak tangga menuju singasana Mahligai Sultan Adam. Para penari tradisional sinoman hadrah dengan payung besar bertabur bunga renteng memayungi sepanjang jalan.

Beras kuning bercampur bunga melati dan uang logam ditaburkan, berbarengan dengan shalawat yang diucapkan para tetuha adat banjar, saat pangeran memasuki singasana. Beberapa saat sebelumnya, iring-iringan rombongan raja-raja dari puluhan kesultanan dan keraton se Nusantara yang dipimpin Raja Keraton Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII berjalan memasuki gedung mahligai lokasi upacara.

Adapula perwakilan kerajaan Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura. Serupa dengan kedatangan pangeran, rombongan raja-raja yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Kesultanan se Nusantara ini mendapat pengawalan abdi (prajurit) dan suguhan tarian kolosal tentang perlawanan kesultanan banjar terhadap penjajah.

Hari itu, dilangsungkan ritual penobatan Raja Muda Kesultanan Banjar oleh tetuha adat Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar. Pengeran H Khairul Saleh yang kini menjabat Bupati Banjar dinobatkan sebagai raja muda. Penobatan Raja Muda ini menjadi raja ke 23 dalam sejarah kesultanan banjar.

“Upacara penobatan raja muda ini, bertujuan untuk melestarikan tradisi dan adat istiadat kesultanan banjar serta mengenang jasa kebesaran sejarah perjuangan juga menjadi media promosi warisan kebudayaan lokal,” tutur Pangeran H Rusdi Effendi, Tetuha adat, Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar.

Prosesi penobatan raja muda kesultanan banjar sendiri berlangsung sederhana. Penobatan ditandai dengan penyerahan benda pusaka berupa keris dari pemuka adat Tuan Guru Besar Kh Anang Jazoeli Seman dan diakhiri dengan doa agar sang raja dapat mengemban tugas dengan sebaik-baiknya.

Upacara penobatan ini juga dibarengi dengan penganugerahan gelar pangeran kesultanan dan gelar budaya kepada tokoh masyarakat. Termasuk pemberian gelar budaya dan penyerahan keris oleh Sri Susuhunan Pakubuwono XIII kepada Gubernur Kalsel, Rudy Ariffin karena jasanya dalam pelestarian budaya daerah.

Namun secara keseluruhan penobatan raja muda ini, dibarengi dengan digelarnya pesta rakyat dengan menampilkan berbagai kesenian tradisional(karasmin) sejak sepekan lalu seperti maulid habsi, sinoman hadrah, bakuntau, bagasing, balogo, kuda gepang, bapandung, mamanda, wayang banjar hingga pasar malam yang dipusatkan di alun-alun ratu Zaleha dan taman Cahaya Bumi Selamat Kota Martapura.

Sejarah Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar, berdiri pada 1520, dengan raja pertama bernama Sultan Suriansyah. Pada 1526, sang raja memeluk agama Islam dan meninggal pada 1546.

Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah, Banjarmasin diberi gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama (hindu), beliau dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu Habang.

Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara, sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan. Akibat konflik yang terjadi kesultanan ini berpindah-pindah dan terakhir ibukota kesultanan banjar berada di Martapura, Kabupaten Banjar.

Masa kejayaan Kesultanan Banjar terjadi pada abad ke 17 dengan lada sebagai komoditas dagang. Daerah-daerah di barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan takluk dan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.

Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan Madura (Arosbaya) dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang sengit.

Bahkan kesultanan Banjar terus meluas mencakup Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, pada tahun 1636.

Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjar juga harus menghadapi kekuatan Belanda. Akhirnya pada 11 Juni 1860, kesultanan banjar dihapus oleh pemerintah Belanda dan digantikan pemerintahan regent yang berkedudukan masing-masing di Martapura dipimpin Pangeran Jaya Pemenang dan di Amuntai (Raden Adipati Danu Raja).

Pemerintahan regentpun akhirnya dihapuskan pada 1915 bersamaan dengan berakhirnya perang banjar-barito.

Keraton Baru

Penobatan Raja Muda ini menjadi raja ke 23 dalam sejarah kesultanan banjar. Raja terakhir yang berkuasa pada kesultanan banjar adalah Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari (1862-1905). Sejak itu, tidak ada lagi raja yang berkuasa. Sedangkan bangunan fisik kerajaan yang dulu ada telah hancur dilindas usia atau dibakar penjajah Belanda.

Dengan alasan pelestarian budaya, Pemerintah Kabupaten Banjar, melalui Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB) berencana membangun kembali keraton banjar. Berdasarkan hasil penelitian, lokasi tepat untuk dibangunnya keraton banjar ini berada di Desa Telok Selong, Kabupaten Banjar.

Desa Telok Selong sendiri merupakan lokasi peninggalan kerajaan banjar tersisa, berupa bangunan rumah banjar yang menjadi museum serta obyek wisata budaya daerah. Pemkab setempat telah menyiapkan lokasi pembangunan keraton seluas dua hektar. Sedangkan biaya pembangunan keraton banjar ini diperkirakan mencapai Rp 8,5 Miliar. (Denny Susanto)

~ oleh DennySAinan pada Februari 3, 2011.

Tinggalkan komentar